BETAPA PENTINGNYA
NIAT DALAM BERAMAL
Semua amal perbuatan yang baik (termasuk zakat, infaq & sedekah) tergantung dari NIATnya. Niat seseorang dipengaruhi oleh pemahaman dan keyakinannya. Keyakinan seseorang dipengaruhi oleh kadar Ilmu agamanya.
Bagi orang awam, akan bertanya bolehkah kita dalam
Beramal dan beribadah berniat untuk kepentingan duniawi...?
Mari kita kaji bersama.
Perlu diketahui, niat termasuk
urusan batin atau hati yaitu sesuatu
keinginan dan maksud yang ada di pikiran, perasaan dan jiwa. Tanpa ilmu (ngaji) dan guru, kita semua tidak akan paham
akan hal ini. Zaman sekarang ngajinya di mbah Google dan Youtube. Dikuatirkan
keliru pemahaman, efeknya keliru penerapan dan tidak mendapat kebaikan dan
tidak mendapat balasan atas semua amalnya.
Imam Al Ghazali
mendefinisikan makna niat sebagai kehendak atau maksud, atau satu kondisi dan
suasana hati yang dikelilingi dua hal yakni ilmu dan amal (perbuatan).
Definisi yang mudah niat adalah seseorang
mempunyai azam (kemauan kuat) di dalam hati dalam satu kondisi dan suasana hati yang dikelilingi dua hal yakni ilmu dan
amal (perbuatan). Hingga menjatuhkan
pilihan dan tekat bulat untuk melakukan hal tersebut.
Secara syar’i niat adalah kemauan
kuat dan tekat bulat di dalam hati (batin) untuk melakukan amal dan ibadah
dengan ikhlash karena perintah
Allah dan RasulNya.
Kesempurnaanya, diyakini dengan hati, diucapkan dengan lisan, dilakukan dengan
amal perbuatan.
Berdasarkan Ensiklopedi Akhlak
Rasulullah Jilid 1 oleh Syaikh Mahmud al-Mishri, Imam An-Nawawi berkata bahwa
"Niat adalah ukuran keshahihan amal perbuatan, apabila niatnya benar, maka
amalnya pasti benar. Jika niatnya rusak, rusak pula amalnya."
Penegasan dari Nabi Muhammad Saw bersabda :
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإنَّمَا
لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى،
"Seluruh amal
perbuatan tergantung pada niat. Setiap orang memperoleh apa yang ia niatkan.
Lanjutan hadits yang artinya Siapa saja yang hijrahnya karena Allah dan
Rasul-Nya, maka hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa saja yang
hijrahnya karena dunia yang akan diperoleh atau wanita yang akan dinikahinya,
maka hijrahnya hanya memperoleh apa yang diniatkan." (HR. Bukhari dan Muslim)
Mengartikan bahwa seseorang
melakukan amal perbuatan yang baik, seperti sedekah ada yang niatnya rezeqinya
lancar, agar diberi keselamatan, agar penyakitnya segera sembuh dan lain
sebagainya.
Apakah ini tidak diperbolehkan ?
Agar kita tidak salah paham
atau gagal paham, ikuti keterangan para ulama’ dibawah ini.
Imam Al Ghazali menerangkan,
''Alangkah besarnya kerugian orang yang lalai terhadap niat dalam mengerjakan
sesuatu.''
Secara bahasa, orang Arab
menggunakan kata-kata niat dalam arti ‘Sengaja’. Terkadang niat juga digunakan dalam pengertian sesuatu yang
dimaksudkan (al-qashd) atau disengajakan. Sementara secara istilah syar’i, niat
didefinisikan sebagai azam atau tekad untuk mengerjakan suatu ibadah dengan
ikhlas karena Allah, yang letaknya berada di dalam batin atau hati.
Dalam ilmu filsafat, sebuah khayalan, angan-angan,
cita-cita, maksud, tujuan, gagasan, ide-ide hanya sebuah keinginan sesaat
diruang pikiran dan perasaan (batin) belum menjadi Niat. Tapi semuanya akan
mendorong menjadi niat baik atau buruk, tergantung kondisi hati, pikiran,
perasaan dan keadaan seseorang. Jika orang tersebut sudah Niat, berarti akan
melahirkan kemauan kuat (azam) dan tekat bulat (rencana atau rancangan) secara
langsung akan mendorong untuk melakukan amal atau perbuatan yang mengarah yang
dimaksud atau di tuju.
Imam Nawawi mengatakan Niat adalah
bermaksud untuk melakukan sesuatu dan bertekad bulat untuk mengerjakannya. Pendapat
lain mengatakan “Niat adalah maksud yang terdapat dalam hati seseorang untuk
melakukan sesuatu yang ingin dilakukan.
al-Khathabi mengatakan, “Niat adalah
bermaksud untuk mengerjakan sesuatu dengan hati dan menjatuhkan pilihan untuk
melakukan hal tersebut. Namun ada juga yang berpendapat bahwa niat adalah tekad
bulat hati.”
2. Apakah
Niat Perlu Di Ucap ?
Syaikh Salim bin Samir
Al-Hadlrami dan Syaikh Abu Abdil Mu’thi Muhammad Nawawi Al-Jawi, mereka
berpendapat ".....dan tempatnya niat adalah hati dan pengucapan niat
hukumnya sunah." .
Mereka berpendapat bahwa
"Pengucapan niat dengan lisan untuk membantu kemantapan hati"
Secara garis besar ada tiga aspek yang menjadikan
kuatnya Niat, yaitu :
1. Diyakini dalam hati;
- Diucapkan dengan lisan (tidak perlu keras sehingga dapat mengganggu
orang lain atau bahkan menjadi ijma);
- Dilakukan dengan amal perbuatan.
Jadi niat akan lebih kuat bila ke tiga aspek diatas dilakukan semuanya, sebagai contoh kita berniat untuk shalat,
-
Hatinya berniat untuk shalat karena Allah.
-
Lisannya mengucapkan niat untuk shalat dan
-
Tubuhnya melakukan amalan shalat.
Lebih jauh lagi Imam Al Ghazali dalam kitab
Ihya Ulumuddin mendefinisikan makna niat sebagai kehendak atau
maksud, atau satu kondisi dan suasana hati yang dikelilingi dua hal yakni ilmu
dan amal (perbuatan). Ilmu memiliki posisi terdepan sebelum perbuatan. Dengan
adanya ilmu dan pengetahuan seseorang baru bisa berbuat. Jadi, hasil perbuatan
tersebut merupakan hasil dari ilmu yang dimiliki seseorang sebelum berbuat. Maka,
ketika ilmu yang mereferensi perbuatan bernilai negatif, maka negatif
pulalah perbuatan yang dihasilkan. Karena sangat pentingnya menata
niat sebelum berbuat.
Sehingga dalam penerapan
niat terjadi korelasi (hubungan) antara :
ILMU – HATI – UCAPAN – PERBUATAN
Pada Buku jilid 1 ini, kami
menjelaskan secara garis besarnya (poin utama) agar orang awam bisa dengan
mudah menerapkannya (praktek).
Keterangan lanjutan kami jelaskan panjang lebar di Buku Jilid 2.
3. Penerapan Niat Sedekah
Seseorang akan mendapat sesuai dengan niatnya. Sebagaimana Nabi saw
bersabda : "Seluruh amal perbuatan
tergantung pada niat. Setiap orang memperoleh apa yang ia niatkan.
Penerapan niat :
1. Ilmu : Tentang sedekah
(dalil).
2. Hati : karena diperintah
oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
3. Lisan : Mengucap tujuan dari
amal.
4. Perbuatannya : mengeluarkan
sedekah/infaq.
Contoh konkretnya, sesorang melakukan
sedekah dengan tujuan agar rezeqinya lancar :
1. Dasar ilmu
Sebagaimana Rasulullah (S.A.W.) bersabda :
"Turunkanlah (datangkanlah) rezekimu (dari
Allah) dengan mengeluarkan sedekah."
(HR. Al-Baihaqi)
2. Hati : aku melakukannya karena diperintah oleh Allah SWT dan
Rasul-Nya.
3. Lisan : aku sedekah karena Allah Ta’ala agar rezeqiku lancar.
4. Perbuatan/amal : mengeluarkan sedekah.
Dari 4 aspek ini, tampak jelas, bahwa
sedekah dengan tujuan hajat duniawi diperbolehkan dengan syarat berdasar ilmu
dalil Al Qur’an dan hadist serta ijma’ qiyas para ulama’.
ILMU akan mengarahkan hati, lisan &
perbuatan pada satu tujuan wasilah memudahkan urusan agama, dunia dan akhirat.
HATI dengan yakin dan ikhlas bahwa sedekah
melaksanakan perintah Allah SWT dan mengikuti tuntunan Rasulullah SAW bukan
karena makhluk lainnya.
LISAN dengan ucapannya akan menguatkan
tujuan/maksud bertendensi sebagai doa.
PERBUATAN merupakan wujud nyata melakukan
sedekah dan merupakan kendaraan (wasilah amal).
Inilah kaifiyah dari niat dan beramal sholih.
Insya Allah jaminan Allah bagi orang-orang yang berinfaq/sedekah.
Demiikian pula apabila kita mengimani
segala sesuatu itu haruslah dengan hati yang yakin, ucapan dan tindakan yang
selaras. Dengan definisi niat
yang seperti ini diharapkan orang Islam atau Muslim itu tidak hanya 'semantik' saja karena
dengan berniat berati bersatu padunya antara hati, ucapan dan perbuatan.
*********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar